Angkaro dan Tunturana
Dua kor kepiting, Angkaro dan Tuturana, bersahabat karib. Mereka tinggal bersama di pinggir laut, di balik bebatuan. Mereka bersembunyi karena takut pada orang-orang yang mencari ikan dan kepiting. Apabila laut pasang, mereka bermain tanpa takut akan ditangkap manusia.
Pada suatu malam, ketika bulan
purnama, Angkaro dan Tuturana keluar menikmati keindahan alam.
” Sahabat, bagaimana kalau kita
hiasi punggung kita agar kelihatan menarik ?” kata Angkaro.
”Bagus sekali idenya. Kita memang
perlu mempercantik diri agar kelihatan menarik. Tapi, bagaimana caranya ? ”
tanya Tuturana.
”Bagini.”sahut Angkaro, ”Kita
lukis punggung kita dengan cat warna-warni yang menarik.”
” Wah, menarik sekali.Bagaimana
kalau aku dulu yang dilukis. Boleh atau tidak ? tanya Tuturana.
”Baiklah.”kata Angkaro.
Angkaro mulai
mengukir punggung Tuturana. Punggung Tuturana dihiasi dengan bulatan-bulatan dari muka ke
belakang, dan dari atas ke bawah. Lukisan itu sangat mempesona.
”Sudah selesai sahabat.”kata
Angkaro.
Tuturana bercermin pada di air
laut yang jernih.
“Bagus, bukan?”tanya Angkaro.
“Bagus sekali. Terima kasih
sahabat.”kata Tuturana,
”Sekarang giliranku.”kata
Angkaro.
Tiba-tiba air laut surut.
Datanglah pencari ikan membawa obor. Kedua ekor kepiting itu pun terkejut.
Berlarilah mereka untuk menghindari bahaya.
”Maaf, sahabat. Orang-orang sudah
datang untuk menangkap kita. Tidak ada waktu lagi untuk melukis punggungmu.”
kata Tuturana.
”Tidak punggungku harus kamu ukir
!” teriak Angkaro.
Melihat obor-obor semakin dekat,
Tunturana menggambari punggng Angkaro dengan dengan kuas dan cat tanpa bentuk.
Punggung Angkaro sekarang penuh dengan garis tidak karuan karena tergesa-gesa
hendak menyelamatkan diri.
Angkaro terpaksa menerima
keadaan. Keduanya berkawan dalam bentuk yang amat berbeda: Tuturana cantik dan
Angkaro jelek.
Sumber : Aku Cinta
Bahasa Indonesia kelas IV , Tiga Serangkai
Komentar
Posting Komentar