Kulit luarnya bisa saja terlihat halus mulus tanpa cacat. Tapi siapa tahu, sisi dalamnya keropos. Ketidakpastian inilah yang dihadapi industri pesawat terbang sampai 40 tahun lalu. Pemakai dan produsen sama-sama tidak tahu persis, sejauh mana bodi pesawat terbang masih andal dioperasikan. Akibatnya memang bisa fatal. Pada awal 1960-an, musibah pesawat terbang masih sering terjadi karena kerusakan konstruksi yang tak terdeteksi. Kelelahan (fatique) pada bodi masih sulit dideteksi dengan keterbatasan perkakas. Belum ada pemindai dengan sensor laser yang didukung unit pengolah data komputer, untuk mengatasi persoalan rawan ini. Titik rawan kelelahan ini biasanya pada sambungan antara sayap dan badan pesawat terbang atau antara sayap dan dudukan mesin. Elemen inilah yang mengalami guncangan keras dan terus-menerus, baik ketika tubuhnya lepas landas maupun mendarat. Ketika lepas landas, sambungannya menerima tekanan udara (uplift) yang besar. Ketika menyentuh landasan, bagian ini pula y...
Kartini was the fifth child of 11 children . At age 12, Kartini school in ELS ( Europe Lagere School ). But after more than 12 years old , s he had to stay home because of seclusion . She spent her days to write a letter to her Netherlands friend named Rosa Abbendanon . Kartini also read a lot of Semarang’s newspaper De Locomotive . In addition she had several times sent her writings and published in Netherlands Women's Magazine "De Hollandsche Lelie " Before 20 years old , Kartini had read several books Netherland language , including : Max Havelar by Multatuli , Love Letters , Louis De Stille Kraacht Corperus’s book , Eeden 's book, a book by Augusta De Witt , Roman feminist , Against the war Roman. From books, newspapers , and magazines of Europe , Kartini interested in the progress of European w...
Long long times in Daha Kingdom, lived a brahmana named Begawan Sidi Mantra. He was very famous for his supernatural power. He had a son named Manik Angkeran. Manik Angkeran was a strong and smart young man but he had a bad habbit. He loved to gamble and always spent his father’s money. One day, Manik Angkeran met with his father. “Dead, I had many debt. Please pay for them!” Manik Angkeran said. “O.. my son, you’re so pity!” Sidi Mantra said. Begawan Sidi Mantra always prayed to gods. Suddenly, he heard a voice that told him to meet a dragon in Agung Mountain. The dragon named Naga Besuki. Then Sidi Mantra went into Agung Mountain. Begawan Sidi Mantra said the prayer ang rang the bell. Not long after that, Naga Besuki came out and gave the jewelries. “Sidi Mantra.... advice your son! Don’t let your son to gamble again!” Naga Besuki said. “Well Naga Bes...
Komentar
Posting Komentar